Selasa, 31 Maret 2009

5 Malam 6 Juni 2007

5 Malam 6 Juni 2007

“Pinky bilang Boss akan jamin kita. Satu orang dijamin limapuluh ribu (RM 50.000). Kalau pun kita dijamin, tidak berarti secara otomatis kita langsung bebas. Kita mesti menginap lagi satu dua malam di (penjara) Sungai Buloh. Pembebasannya dari penjara; bukan dari Mahkamah walau itu perintah Mahkamah,” menjelaskan Ali kepadaku. Tidak kutahu darimana dia dapatkan keterangan tentang jumlah uang jaminan yang fantastis tersebut. Limapuluh ribu ringgit bukanlah jumlah yang sedikit. Rasa-rasanya tidak mungkin pendakwa raya meminta uang jaminan sebesar itu mengingat pelanggaran yang didakwakan kepada kami tidaklah terlalu berat: kepemilikan dua keping CD bajakan dan adanya serangkai piranti lunak CD player dalam komputer kami. Puan Hakim saja ketika menyidangkan kasus kami pada tanggal 4 Mei 2007 bilang kepada pendakwa raya bahwa dua keping CD cetak rompak tak dapat dituntut. Informasi dari siapa pula yang dia yakini kebenarannya ketika bilang kepadaku bahwa pelepasan banduan yang dijamin dilakukan bukan dari Mahkamah, tetapi dari penjara.

Ali bahkan telah memperhitungkan segala kemungkinan dan siap-siap menghadapi keadaan terburuk ketika naik mahkamah; yakni, kami tidak dijamin. Meski tidak secara eksplisit ia katakan kepadaku, dapat kusimpulkan bahwa, dalam kalkulasinya, bila setiap orang baru boleh dijamin dengan uang jaminan masing-masing sebesar lima puluh ribu ringgit, maka perusahaan harus menyediakan sedikitnya dua ratus lima puluh ribu ringgit untuk melepaskan kami berlima. Belum lagi berbagai biaya ekstra yang harus ditutup untuk keperluan lain seperti lawyer misalnya.

Pertanyaannya adalah, apakah perusahaan punya kemampuan dan sekaligus kemauan untuk menyediakan dana sebegitu besar? Bandingkan dengan gaji bulanan kami waktu itu: Arman RM 1.000, aku RM 1.200, Listia RM 1.200, Dio RM 1.500, dan Ali RM 3.000. Ketika menjalani pemeriksaan demi pemeriksaan kurun 27 April sampai dengan 2 Mei 2007, kepada para penyidik Ali mengaku penghasilan bulanannya sebesar RM 1.200,- sedangkan kami berempat – Arman, Dio, Listia, dan aku – kompak mengaku bergaji RM 1.000,-

“Nanti kalau Pinky datang menjenguk di lokap Mahkamah PJ, kalian lindungi dan kerubuti aku,” perintah Ali pada kami. “Jangan sampai ada yang tahu,” ia mewanti-wanti. “Aku mau selundupkan uang ke penjara,” jelasnya pula. Kujawab permintaannya dengan anggukan kepala dan ucapan, “Oke.” Beberapa orang tahanan memberi masukan bahwa tembakau juga dapat diperoleh di dalam penjara melalui tangan sipir. Nama-nama tertentu di kalangan pegawai penjara adalah simbol jaminan kecukupan pasokan tembakau dengan harga terjangkau. Keunggulan lainnya adalah tidak ada batas maksimum uang yang boleh dibelanjakan.

Satu-satunya langkah yang harus dipikirkan adalah menyelundupkan uang ke dalam. Cara seperti itu tentu jauh lebih mudah dibandingkan dengan menyelundupkan tembakau lewat jalan perut yang menyulitkan dan menyakitkan saluran pencernaan makanan. Hanya saja aku tak tahu cara yang akan digunakannya untuk memasukkan uang ke dalam penjara. Barangkali kertas uang akan dilipat kecil-kecil untuk kemudian diselipkan secara tersamar ke dalam lipit pipa dan pinggang celana serta lengan baju atau di kerahnya. Atau justru lembaran-lembaran uang itu akan dikemas dalam modul untuk kemudian ia telan; serupa dengan cara umum tahanan menyelundupkan tembakau dan mancis.

Selain itu, Ali secara halus berusaha mengasah kesiapan mentalku andai kami harus memasuki sebuah situasi mengenaskan dalam mana kami tidak segera dijamin. Ia tanya aku apa yang dapat ia lakukan untukku andai kami benar-benar tak dapat dijamin. Aku hanya diam. Kuulur waktu berlalu tanpa kata dariku, untuk memberi kesempatan Ali memaparkan apa yang ada dalam pikirannya tentang aku.

Ternyata bukan hanya aku yang sedang dipikirkannya. Ia juga merasa prihatin terhadap keluargaku di Tanah Air yang tidak mendengar kabar sebenar tentangku dan tiada pula menerima kiriman uang dariku sejak petaka menimpa kami berlima.

“Kalau Abang mau,” menawar Ali dengan sangat hati-hati, “nanti kubilang sama Pinky dan Jane untuk mengirim semua gaji Abang kepada istri Abang. Karena Jane tak punya nomor rekening istri Abang, biarlah dia kusuruh untuk mengirimkannya ke rekening istriku. Nanti istriku yang akan mengantarkan uang itu langsung ke tangan istri Abang di rumah.”

* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar