Selasa, 31 Maret 2009

Nasib, takdir, keberuntungan – spiritual orang tahanan

Nasib, takdir, keberuntungan – spiritual orang tahanan

Ketika berbicara tentang tindak kejahatan, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara orang baru dan orang lama. Orang baru cenderung merasa diri tidak bersalah dan memperkecil makna perannya dalam perkara yang mengakibatkannya terjerembab dalam penjara. Bahkan, sebagian besar manusia tutupan baru meyakini bahwa adalah fitnah dan orang yang salah di tempat yang salah dan waktu yang salah berperan besar dalam membukakan pintu masuk penjara untuknya. Di ujung spektrum yang lain, orang lama cenderung bangga dan melebih-lebihkan peran yang dilakoninya. Selain itu, penjara bagi residivis adalah kawah candradimuka; tempat kursus pertahanan dan ketahanan diri, mengasah sangkur mempertajam visi, mengevaluasi misi, memperdalam ilmu tentang taktik dan strategi, dan, tak lupa, ajang memperluas jaringan. Mengembangkan sayap, memperluas lingkup pengaruh, mencari kawan sepenanggungan, merekrut pengikut dan hulubalang, menggalang pertemanan melalui brainstorming – curah pandangan, menerawang tujuan dan sasaran ke depan.

Akan tetapi di sisi lain, adalah manusiawi bila insan terungku punya rasa takut. Karena meski berada dalam lingkungan dan situasi luar biasa, toh mereka adalah manusia biasa. Rasa takut itu pula yang menandai bahwa baik itu orang baru maupun orang lama punya banyak persamaan. Sebuah persamaan generik yang cukup mencolok adalah ketika mereka bicara soal kemungkinan berat atau ringan hukuman yang akan diterima. Baik orang baru maupun orang lama (residivis) sama-sama mengakui perannya kecil dalam tindak kejahatan yang dilakukan, sehingga berharap kelak hukuman yang diterimanya ringan. Dalam pada itu, kepercayaan yang kuat akan nasib dan takdir membuat mereka berharap keberuntungan selalu menyertai. Keberuntungan dinanti terutama ketika hakim mengambil keputusan. Mereka selalu berharap agar hakim berbaik hati dengan menjatuhkan hukuman bebas atau hukuman yang seringan-ringannya.

Satu hal yang boleh jadi terdengar konyol adalah bahwa pada hampir setiap kesempatan orang-orang tahanan kerap saling nasehat-menasehati satu dengan yang lainnya untuk mengakui apa pun yang didakwakan oleh jaksa. Dalam banyak kasus, pengalaman menunjukkan bahwa pengakuan seseorang banduan terhadap tuduhan yang dibidikkan oleh jaksa selalu mempermudah proses peradilan terhadapnya; terlepas dari apakah perbuatan itu benar-benar dilakukannya baik secara langsung atau tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja, sadar atau tidak. “Jika tidak mengaku,” kata mereka, “postponed.” Penundaan sidang bisa berlangsung berkali-kali dalam kurun berbulan-bulan, bahkan boleh jadi menunggu hitungan tahun. Sebaliknya jika banduan mengaku, hakim akan segera mengambil keputusan. Ketika itulah keberuntungan sangat mereka nantikan.

* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar