Selasa, 31 Maret 2009

RM 60 untuk Sekali Jumpa

RM 60 untuk Sekali Jumpa

Sudah merupakan sebuah pengetahuan umum di kalangan sipir bahwasanya sebagian orang kerja yang bertugas mengurus pencatatan lawatan menangguk peluang untuk kepentingan orang kerja itu sendiri. Bahkan tak segan mereka mencatut nama Tuan – sipir strata atas – untuk memperlancar aksinya. Sebaliknya, untuk melindungi kepentingan banduan yang baru mendapat lawatan, sipir pada checkpoint pintu masuk Blok Ehsan tidak memperbolehkan paket nasi dan lauk pauk dibawa serta ke checkpoint kembali terakhir atau ke sel. Banduan harus memakannya sampai habis. Setelah santapan habis, banduan baru diperbolehkan masuk kembali ke dalam selnya semula. Disamping untuk melindungi kepentingan banduan yang mendapat lawatan, tidak diperbolehkannya paket nasi dan lauk-pauk masuk ke dalam sel dimaksudkan untuk mencegah timbulnya kecemburuan sosial di kalangan komunitas orang tutupan.

Ketika datang menjenguk, Pinky memberitahuku batas maksimum belanja di Sg. Buloh RM 60 untuk satu kali besuk. “Pandai-pandailah. Usahakan barang-barang keperluan prioritas terbeli,” katanya sambil menambahkan bahwa pagu belanja di penjara Kajang sebesar RM 100. Dio di Kajang lebih leluasa memenuhi kebutuhannya ketimbang kami-kami yang berada di penjara Sg. Buloh. Bill dibayar oleh pelawat. Dalam pada itu, untuk kepraktisan dalam bertransaksi, pihak pengurusan koperasi pegawai penjara menyediakan senarai – daftar – berikut harga serbamacam barang-barang yang dapat dibeli. Dengan kemudahan tersebut, banduan cukup menyebutkan barang keperluan yang ditempah, dan orang kerja membubuhkan tanda periksa pada check list. Bila barang-barang yang dipesan melebihi batas maksimum RM 60, maka item bagian bawah senarai dicoret dari daftar belanja. Kamis tanggal 24 Mei 2007 aku belanja RM 54.xx. Satu minggu kemudian, 31 Mei 2007 ketika Pinky melawatku untuk yang kedua kalinya, aku lupa dengan batas belanja yang telah ditetapkan. Aku memesan banyak item barang; toh yang dikabulkan cuma beberapa sen lebih besar dari enampuluh ringgit. Ada beberapa item barang yang sebetulnya sangat kubutuhkan tidak dapat terbeli hanya karena berada pada urutan bawah dari daftar belanja. Berlainan halnya dengan Arman. Waktu itu ia cukup hati-hati dalam menentukan barang yang hendak dibeli sehingga ia dapat memenuhi permintaan seorang sipir yang ingin dibelikan es krim oleh kami.

Sewaktu aku kembali dari lawatan tanggal 24 Mei, sipir tidak memperbolehkanku membawa serta dua paket nasi – satu besek nasi sotong dan satu besek nasi goreng ayam – ke dalam sel. “Nasi tidak boleh dibawa ke bilik. Makan saja di sini sampai habis. Habiskan semua. Setelah habis, baru boleh masuk bilik,” berkata sipir penjaga tentang larangan yang tak boleh dilanggar. Nasi goreng ayam itu sejatinya akan kuserahkan kepada orang kerja. Itu, kata orang kerja, adalah pesanan Tuan. Akan tetapi aku tak berani mengabaikan perintah sipir. Tanpa cuci tangan terlebih dahulu, kusantap habis dua paket nasi sekaligus sampai marem; memuaskan kerinduanku pada makanan amat lezat bergizi tinggi selama aku berada dalam penjara. Dan ketika aku telah kembali masuk ke dalam lokap Dewan-B, lurah kami menanyakan pesanan orang kerja yang mengharapkan persenan dariku.

“Orang kerja tanya, ‘Mana nasi goreng dan kacang untuk Tuan?.’ Saya bilang, ‘Kacang ada. Tapi saya tak tahu tentang nasi gorengnya,’” lurah membuka topik pembicaraan.

“Saya sudah bawa nasi gorengnya. Bahkan saya juga membeli nasi sotong. Tapi cikgu di pos ronda sebelah sana memaksa saya untuk memakan kedua paket nasi tersebut. Tak dapat saya membantahnya,” menjelaskan aku tentang duduk perkara yang sebenarnya.

“Tak apa. No problem. Saya hanya ingin tahu,” lurah menanggapi.

Akan tetapi ketika Arman dan aku pulang lawatan tanggal 31 Mei, sipir memperkenankan paket nasi dan lauk-pauk untuk kami bawa serta ke dalam sel. Waktu itu aku membeli nasi goreng ayam.

* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar