Selasa, 31 Maret 2009

Bebas dengan Jaminan

Bebas dengan Jaminan

Setelah lawyer membayar uang jaminan, sipir menjemput kami di lokap. Ia sebut namaku pertama-tama, kemudian Ali dan Arman. Dio tidak disebut. “Itu kawan kami. Kami satu kes,” kataku berulang kepada sipir, khawatir pintu lokap segera dikunci sebelum Dio sempat keluar. Listia juga dikeluarkan dari lokap wanita. Lantas, berlima kami digiring kembali ke dalam ruang sidang. Hanya kali ini tangan kami sudah tak lagi bergelang gari. Sudah tak tampak lagi Puan Hakim hadir di dalam ruang sidang. Yang kulihat adalah panitera, pengacara, Ray dan Pinky. Kusalami Ray dan Pinky.

“Anda salah jawab ketika Puan Hakim menanyakan pekerjaan Anda,” bertutur panitera kepada kami dengan gaya bahasa yang cukup ramah.

“Mereka tak ada kerja lah,” jawab Pinky. Barangkali yang ingin dia katakan adalah bahwa pekerjaan kami tidaklah harus sesuai dengan permit yang diberikan.

“Tapi semestinya kalian jawab persis seperti yang tertera pada ijin kerja kalian – construction worker. Puan Hakim bilang kalian kerja tipu-tipu,” berkata pula panitera.

Secara formal, penjamin ada dua orang, Ray dan Pinky. Ray menjamin Ali, Dio dan Listia. Sedang Pinky menjamin Arman dan aku. Meski demikian, kecuali untukku, semua uang jaminan mengalir dari kantong pribadi Ray. Uang jaminan untukku berasal dari Alex, boss baruku.

“Sebagai penjamin, Anda berkewajiban mengetahui keberadaan orang-orang yang Anda jamin. Anda harus dapat menghadirkan orang-orang yang Anda jamin pada sidang-sidang Mahkamah. Bilamana Anda gagal menghadirkan terdakwa, maka (1) uang jaminan akan disita dan diserahkan kepada Negara untuk membiayai Penjara; dan (2) Anda harus dapat menjelaskan pada hakim seputar ketidakhadiran terdakwa,” menjelaskan panitera tentang kewajiban yang harus dipenuhi oleh Ray sebagai penjamin dan sanksi yang menyertainya. Hal serupa disampaikan oleh Panitera kepada Pinky yang menjadi penjamin Arman dan aku.

Kepadaku, Panitera memberi penjelasan tambahan tentang ketetapan Hakim, “Encik Iman Tagas Rusmiono, Anda dibebaskan sementara dengan jaminan sebesar RM 7000. Anda wajib hadir pada sidang-sidang yang diselenggarakan oleh Mahkamah.” Dan kepada kami semua, Panitera mewanti-wanti, “Bilamana Anda lari atau tidak hadir dalam sebuah sidang Mahkamah, Mahkamah akan terbitkan surat perintah bagi kepolisian untuk memburu dan menangkap Anda. Seandainya Anda meninggalkan Negara Malaysia, nama Anda akan tercantum sebagai orang tercela di Negara Malaysia dan Anda tidak akan mendapat kebenaran untuk masuk ke Negara Malaysia.”

Ali bertanya bagaimana andai ada keadaan darurat yang mengharuskan salah satu dari kami meninggalkan Negara Malaysia.

“Bila ada kecemasan seperti ada anggota keluarga yang sakit atau meninggal dunia yang mengharuskan Anda meninggalkan Negara Malaysia,” menjelaskan panitera, “Anda dapat meminta bantuan lawyer untuk mengurusnya.”

“Mengenai permit yang telah expired?”

“Juga pada perkara-perkara permit kerja Anda; bila-bila masa habis, lawyer boleh menguruskan itu.”

Sayang, aku tidak memiliki lumbung aksara dan pustaka yang berisi koleksi kata dan frasa yang cukup lengkap agar dapat kuraup, kupilah, kupilih dan kuramu menjadi bahasa yang representatif dalam kemasan pas untuk melukiskan keadaan kami waktu itu. Penampilan kami kusut masai; sungguh kumal tidak karuan. Porak poranda. Zipper celana panjang hitamku jebol karena tak tahan lasak. Agar tak kentara, kututup dengan kaos oblong putih yang kubeli di penjara waktu Pinky dan Jane melawatku; tentu mereka yang bayar. Walau tak sampai compang camping, kami tampil jauh dari kesan modis dan parlente. Sampai-sampai panitera merasa berkepentingan untuk menyentil dan campur tangan.

“Dalam setiap sidang,” berkata panitera saat memulai memberi wejangan, “Anda diharuskan berpakaian rapi dan bersih, mengenakan baju berkerah, seluar sopan dan kasut kulit. Anda tidak dibenarkan berpakaian T-shirt, celana Jeans/Denims atau mengenakan slipar atau bahkan tidak beralas kaki sama sekali.”

Kuterjemahkan, kelak dalam persidangan berikutnya kami harus tampil pol necis. Rambut berminyak lavender Tancho dan disisir klimis gaya bétél (the Beatles); bulu hidung digunting pendek, uban dicabut; kumis, cambang, dan jenggot dikerok dan dibentuk apik; celana dan kemeja digosok licin, disaput minyak nyong-nyong Air Mata Duyung. Bukan cuma itu. Kayaknya aku harus menempah baju dan celana khusus dari seorang modiste ternama yang punya pengalaman luas sebagai guru di sekolah kostum. Akan kusuruh dia untuk membuatkannya hanya dari kain terbaik buatan bangsa. Di selingkaran pinggang, melilit sedikit longgar sabuk kulit ular sawah dengan gesper suasa atau besi putih kepala naga. Cincin platina atau emas bermata baiduri sebesar telur pipit menghias di jari manis tangan kiri. Sepasang kasut pantofel hitam bersalut semir sampai licin mengkilap hingga – berkata anak Medan – silau dan tergelincir lalat dibuatnya. Jika perlu, berdasi. Mawar di dada sebagai pemantas wajib hukumnya. Tak lupa bawa saputangan wangi segala. Pokok’e, metroseksual habis.

Setelah urusan administratif jaminan kelar, panitera mengucapkan salam perpisahan untuk berjumpa kembali sembilan bulan ke hadapan, “See you next year.”

“See you next year,” membalas lawyer.

* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar