Selasa, 31 Maret 2009

Pusat Bandar Puchong, Selangor Darul Ehsan

Pusat Bandar Puchong, Selangor Darul Ehsan

Jika kini Anda berada di Sentral, Kuala Lumpur, Anda dapat naik bas Rapid Transport atau Metro Bus dengan tujuan Puchong. Sebelum naik, ada baiknya Anda membekali diri dengan air minum dan kudapan yang dapat Anda beli di kedai terdekat, karena Anda tidak akan pernah menjumpai pedagang asongan berperilaku perayu dan pemaksa yang menjaja makanan di atas kendaraan angkutan umum sebagaimana lazim ditemui di Indonesia. Menumpang kedaraan angkutan umum di sini cukup nyaman; disamping kendaraannya masih bagus-bagus, juga tidak ada kelompok-kelompok singing beggar – pengamen – tengil berkeliaran menenteng gitar kecil atau tamtam yang turut serta menyemak dalam perjalanan dengan prolog mengintimidasi seperti, “Selamat siang Bapak-Bapak, Ibu-Ibu penumpang bis PQR tujuan XYZ; semoga selamat sampai tujuan. Selamat bertemu kembali dengan kami para penyanyi jalanan. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang budiman, angka pengangguran terbuka di negeri ini telah lama melebihi bilangan sepuluh juta orang. Jumlah sebanyak itu belum termasuk penganggur terselubung seperti kami yang tidak pernah tercantum dalam statistik. Perlu kiranya untuk Bapak dan Ibu ketahui, menganggur bukan jalan hidup yang sengaja kami pilih. Walaupun kami tidak punya kerja, tapi kami punya perut tetap harus diisi dan dijaga setiap hari. Untuk itulah kami mencoba peruntungan menjadi penyanyi jalanan walau suara kami tak seindah lestari. Daripada kami mencuri, mencopet, dan merampok, ……,” dengan tangan menadah dan tak mau beranjak pergi bila tak diberi rupiah dalam jumlah cukup berarti untuk bekal menopang kebutuhan hidup itu hari. Meski demikian, waspada tetap harus dijaga karena copet ada di mana-mana. Setidaknya itulah kesan yang kudapatkan ketika membaca pamflet peringatan AWAS PENYELUK SAKU yang ditempel mencolok mata pada karoseri bagian dalam di hampir setiap kendaraan umum.

Agar tidak bingung sehingga kesasar atau kelewat, landmark atau patokan penanda tanah yang musti Anda ingat adalah TESCO; sebuah hypermarket yang letaknya tepat sebelah barat lebuh raya di Pusat Bandar Puchong. Dan sebutkan nama kedai raksasa itu kepada pemandu – sopir. RM2 adalah tambang atau ongkos yang harus Anda bayar untuk sekali jalan bersama Rapid Transport. Sedangkan bila Anda naik Metro Bus, harga tiket untuk sekali jalan sebesar satu setengah ringgit. Jika tiada halang merintang, perjalanan sekira 36km itu biasa ditempuh dalam waktu satu sampai satu setengah jam. Turun dari bas, Anda masih harus melintasi jembatan penyeberangan yang menggantung tinggi di atas jalan. Ketika Anda sedang berada di tengah-tengah jembatan penyeberangan, cobalah hentikan langkah Anda sejenak. Pejamkan mata, tarik nafas dalam-dalam, koordinasikan syaraf hidung dan telinga; resapilah aroma premium dan solar terbakar dan bau ban kendaraan nan lalu yang melindas dan menggerus badan jalan; dan dengar pula alunan kebisingan yang menyertainya. Untunglah, jalanan di sini relatif licin dan bersih hingga nyaris tiada debu berhamburan walau itu di musim kemarau.

Kini buka mata Anda perlahan sambil menghembuskan nafas yang juga pelan-pelan sedikit demi sedikit dikeluarkan. Aksi berikutnya adalah melongok ke bawah; boleh bawah kanan, boleh juga bawah kiri. Anda lihat kendaraan kencang berlalu lalang. Ketika menoleh ke kiri jauh, Anda akan melihat sebuah fly-over untuk kendaraan melakukan manuver U-turn – berbalik arah seratus delapan puluh derajat. Demikian pula bila Anda menoleh ke kanan jauh, di sana juga ada sebuah fly-over untuk kendaraan U-turn dari selatan kembali ke selatan. Jembatan penyeberangan ini adalah garis tengah dari kedua bidang fly-over yang terbangun secara simetris di kiri kanannya. Pada badan jembatan penyeberangan kadang-kadang terdapat satu dua pedagang etnis India memajang barang jualannya di atas meja piknik dan sering pula ada pengemis etnis Cina dengan pakaian yang dikenakan masih tergolong rapih – tidak terlalu beggar look. Tenang saja, pengemis di Malaysia tidak segalak dan tidak pula sebanyak kolega-koleganya yang ada di Indonesia. Di atas jembatan penyeberangan yang tinggi ini, jumlah peminta-minta tidak lebih dari bilangan satu. Bila tak diberi, tak akan pernah ia merengek memaksa-maksa. Pedagangnya juga sama; tak pernah teriak-teriak cari perhatian.

Setelah jembatan penyeberangan Anda lalui, masuk saja ke halaman parkir depan TESCO. Karena suhu di luar lumayan panas dan menggerahkan, tak perlu sungkan Anda buka satu dua kancing baju bagian atas agar badan sedikit silir diterpa angin yang kadang-kadang meniup kencang. Selanjutnya masuklah ke dalam bangunan TESCO melalui pintu depan untuk numpang lewat dan keluar dari pintu belakang. Kini Anda berada di lahan parkir lantai dasar TESCO. Di sini ada beberapa pedagang kudapan seperti baholu memajang etalase. Jika Anda tak suka makanan bergula, jangan coba-coba membeli kuih di sini; manisnya minta ampun. Dari lahan parkir, berjalanlah ke kanan (utara) menentang arus kendaraan bermotor yang akan parkir. Nun di depan, di seberang dua ruas jalan dan sebuah parit drainase yang dalam, terdapat sebuah restoran Cina. Restoran itu terletak di ujung selatan ruas Jalan Bandar Enambelas. Sedangkan tempatku bekerja adalah pintu ketiga dari ujung utara jalan yang sama. Jadi, dari restoran Cina tadi, Anda masih harus berjalan kaki sepanjang seratus sampai seratus duapuluh meter untuk sampai hampir ke ujung jalan itu. Jika hari panas, berjalanlah lewat teras depan pertokoan saja.

Tentu perjalanan Anda tak serumit ini jika Anda menumpang armada teksi yang pada pintunya terpampang besar-besar kata DIJEMPUT NAIK – maksudnya SILAKAN NAIK atau WELCOME – yang banyak beroperasi di antero negeri. Anda cukup sebutkan tujuan Anda 5-1 Jalan Bandar Enambelas, Pusat Bandar Puchong dan bayar sekira duapuluh sampai tigapuluh ringgit.

Boleh kubilang Pusat Bandar Puchong adalah sebuah superblock. Mayoritas gedung di kawasan ini merupakan rumah-toko yang masing-masing terdiri dari empat lantai; yakni satu lantai dasar (n-G) dan tiga lantai di atasnya (n-1, n-2, dan n-3). n adalah variabel untuk nomor urut gedung. G sendiri adalah singkatan untuk Ground yang artinya dasar atau bawah. Aku bekerja di 5-1 Jalan Bandar Enambelas (Juga 5-2 dan 5-3 dari kelompok perusahaan yang sama). Sedangkan 5-G ditempati oleh sebuah bengkel eksos (knalpot). Bengkel eksos termasuk salah satu bidang yang ramai diusahakan di kawasan ini.

Sebagai informasi tambahan, setiap jajaran gedung-gedung dilengkapi dengan taman parkir yang luas. Akan tetapi, jangan sekali-kali membayangkan ada petugas parkir berwajah manis membantu kelancaran kendaraan yang diparkir dan yang berlalu lalang. Tidak ada tukang parkir dan tiada pula preman yang menguasai lahan parkir. Meletak kenderaan dilakukan dengan tertib oleh masing-masing pengemudi di jalur-jalur yang telah dipersiapkan. Tidak pula ada petugas yang memungut uang parkir. Gratis? Tidak juga. Setiap pemilik atau pengemudi kendaraan dengan tertib membayar uang parkir melalui parking machine; bentuk dan besarnya menyama-nyamai sebuah boks telepon umum pinggir jalan. Wah, kalau di Indonesia, mesin bayar parkir seperti ini enggak ditérgé – pasti diabaikan. Lantas, Anda bertanya, apakah tidak merepotkan jika setiap kali parkir kita harus membayar uang parkir melalui parking machine? Jawabannya adalah tidak setiap parkir kita mesti bersusah payah menghampiri mesin bayar seperti itu. Sistem pembayaran parkir di sini, seperti yang pernah kudengar dari beberapa orang, adalah berlangganan atau menurut interval waktu tertentu. Misalnya kita bayar satu minggu atau satu bulan sekaligus. Setelah itu, kita boleh parkir di mana saja sepanjang tempat itu merupakan fasilitas yang disediakan untuk umum.

Jika kini Anda telah berada di tempat di mana dulu aku bekerja, layangkanlah pandangan Anda ke arah rerimbunan pepohonan yang berada nun di seberang jalan dan taman parkir. Anda tentu melihat sepasang suami-istri etnis Melayu berjualan kelapa muda. Di tempat rindang yang nyaman untuk melepas lelah dan dahaga ini cuma ada mereka yang berdagang. Mereka adalah salah satu dari sedikit pedagang “kakilima” yang secara rutin melakukan aktivitasnya di seantero Pusat Bandar Puchong. Selain pedagang kelapa muda ini, ada dua tiga pedagang yang menggelar jualan makanan di luar pagar dari halaman depan hypermarket TESCO. Di depan restoran Cina yang kusebutkan tadi juga ada seorang wanita tua etnis Melayu menjual gorengan; seorang lelaki muda cekatan membantunya. Kalau bukan anak, penjaga kedai usaha mencari untung halal bawah pohon itu tentu menantunya. Adalah meja kayu sebagai penyangga penganan jualan mereka.

Dari tempat pedagang kelapa muda, berjalanlah sekira setengah kilometer kearah barat; sebuah tasik (danau) yang cukup luas menanti. Pada musim kemarau airnya biru bening; di musim penghujan airnya agak butek dengan permukaan sedikit naik. Beberapa pohon tinggi di tepian tampak gundul merangas tak berdaun di musim penghujan karena bagian bawah batang dan sepenuh akarnya terlimbur air danau. Selayang pandang, tepian sekeliling danau berkontur curam dengan pepohonan rampak rindang dan lumayan besar-besar menutupi. Di bagian tengah, tasik kelihatannya berlekuk dalam.

Aku membanding-bandingkan, jika di Indonesia, danau teduh tenang di perkotaan tentu menarik minat gepeng – gelandangan dan pengemis – untuk menghuni. Tapi di sini tidak. Tidak ada rumah kardus, gubuk triplek, maupun lapak penampungan barang rongsokan liar yang mengganggu pemandangan danau. Setiap pagi, di atas sebuah sampan papan, dua orang nelayan etnis Melayu merentang jaring panjang dekat tepian selatan danau untuk dipanen hari berikutnya. Mereka menjajakan hasil tangkapan mereka di sebuah pondok darurat yang mereka bangun di pinggir jalan raya tepat di sisi tenggara telaga. Pada hari-hari libur, kulihat kedua nelayan danau tersebut membawa serta anak-anak dan istri-istri mereka untuk turut membantu menjajakan hasil tangkapan berupa ikan hidup yang masih segar bugar. Seorang pengemudi Jeep kerap kupergok menjambangi pondok teratak beratap dan berdinding plastik tebal itu; membeli ikan dalam jumlah banyak setiap harinya. Kurasa dia adalah seorang pemilik rumah makan.

Sesungguhnya telaga ini bisa menjadi tempat bermain air yang menyenangkan bagi pelancong tempatan. Namun tak pernah ada kumpulan-kumpulan manusia penghuni bumi datang untuk sekadar melepas lelah, kononlah pula berwisata, di sini. Tidak juga anak-anak. Barangkali topologi danau yang bertepi curam membuat orang enggan menyinggahi. Pun tak banyak pemburu ikan menambatkan peruntungan mereka pada danau yang cukup luas ini. Selain kedua nelayan tersebut, tak sering aku jumpa seorang pemancing memancang joran kail di dekat bawah menara air tepian baratdaya tasik. Kulihat ada sebuah sampan papan yang sepanjang aku tahu belum pernah ada yang menggunakannya, ditambat di atas rerumputan dan sela-sela perdu di sisi selatan danau; ada sebuah ember plastik warna hijau menggeletak di atasnya. Telah berbulan-bulan lamanya sampan ceper ini dihujan-panaskan tiada guna. Di dekat sini, aku secara rutin melakukan physical exercise (agar tubuh segar tetap sehat dan kuat) selama satu jam – dari jam delapan sampai pukul sembilan – setiap hari waktu tempatan. Berlama-lama seorang diri bersiram sinar matahari di tepian waduk adalah kegemaran yang tak pernah kulewatkan di waktu pagi.

Antara danau dan badan jalan adalah hamparan tanah kosong. Pada tanah ini tumbuh subur berbagai jenis perdu, terna dan rumput. Ada petai cina, putri malu, gambutan, bayam berduri, glagah, sulur tanaman kacangan, pakis, tunas sawit. Selepas berolahraga, acap aku iseng makan petai cina mentah-mentah sebagai kudapan sambil menikmati panorama pagi danau. Sedap juga lamtoro berasa kucerna meski menyisakan masalah; banyak remah lapisan lilin menempel lekat pada langit-langit di rongga mulut yang sulit dibersihkan. Sementara itu, angin pagi berembus lembut menenangkan membuat rombongan bangau dan burung-burung air lainnya melayang santai di atas danau dan hinggap di cabang pepohonan ukuran sedang yang tumbuh subur merindang di hampir seluruh tepi yang melingkungi danau. Sebagian pucung (puchong?) – bangau-bangau kecil berbulu putih – mencebur diri dan menyuruk-nyurukkan kepala mencari makan dalam air dangkal di dekat garis tepian. Lima sampai sepuluh ekor gagak kerap tertangkap mata terbang berputar-putar; suaranya garau lantam memekakkan, menyemarakkan pagi. Sekali waktu kutengok ada sepasang ayam hutan mencari makan. Tempo-tempo di atas rerumputan hamparan tanah rendah sisi jalan di bawah bentang jaringan kabel listrik tegangan tinggi kupergok seekor induk blekok mengasuh tiga ekor piyik yang masih berbulu kalong. Tampaknya jalak kurang berkenan singgah di tepian danau; kalau pun ada, jumlahnya tak seberapa. Demikian pula halnya perkutut. Sepertinya kedua jenis terakhir ini lebih suka bercengkerama di padang rumput taman kota – tempat orang-orang datang berkumpul di hari libur – atau di kebun-kebun sawit.

Cukup banyak kehidupan liar di sini. Selain unggas dan ikan, setiap pagi kulihat seekor biawak secara rutin berenang menyusuri tepian selatan danau. Kelihatannya hewan liar di sini tidak begitu terganggu dengan kehadiran manusia. Ayam hutan dua sekawan itu, contohnya, tidak merasa takut berada dekat denganku yang sedang mengolah tubuh. Selain di tepian danau, ciak miak burung juga mudah terdengar di taman kota – sebelah selatan TESCO; ada jalak belong, jalak biasa, punai, merbuk, balam, perkutut, gagak, sparrow, pipit. Gagak bersarang dengan leluasa di atas pepohonan yang masih rendah dan ada juga yang bersarang dan meloloh anak-anaknya di dekat atap gedung. Kebiasaan gagak yang suka mengawasi tempat-tempat pencucian piring di halaman-halaman restoran di antero kawasan adalah karena alasan tersendiri. Gagak termasuk unggas jenis omnivor pembersih yang tidak rewel. Burung hitam suara parau itu mau melahap hampir apa saja yang ada pada tumpukan-tumpukan sampah organik sisa ladenan rumah makan.

Tepi danau ini tentu pernah menjadi tempat pembuangan limbah projek pembangunan oleh pengembang konstruksi. Puing-puing gedung berceceran menyita perhatianku. Kasat mata, batu-batu dan pasir yang berserakan dan tumpuk menumpuk jelas bukan merupakan material tambang yang telah ada sebelumnya secara semula jadi (alamiah). Bebatuan di sini adalah kombinasi batu, pasir, bata, semen bahkan beton. Di bawah naungan rerumputan, perdu, serta sulur dan daun tanaman rambat yang menutupi, mudah ditemui koral dan brangkal, sampai balok kayu dengan paku-paku besar kecil karatan lurus dan bengkok menancap. Pecahan kaca, serpihan paralon, sampai potongan-potongan besi buruk juga ada. Juga hadir limbah perabotan rumah tangga yang bagian-bagian utamanya terbuat dari kayu, karpet, dan busa. Pada kemiringan tebing curam danau, seorang tukang kebun kawasan pemukiman Lake View getol membuang limbah batang dan pucuk tanaman buluh dan bunga raya.

Sepanjang dua pertiga tepian barat danau terdapat hiruk pikuk menderam alat-alat berat dalam kegiatan land breaking dan land development yang sedang berlangsung untuk – barangkali – kawasan pemukiman seperti pasangpuri (rumah susun) atau pusat perbelanjaan. Sebelah timur danau, tanah relatif kosong; hanya terdapat sebuah perusahaan adukan material cor beton. Sebelah timurlaut, IOI hypermarket dan perkantoran berdiri.

Tepat di pinggir baratdaya danau, kokoh berdiri sebuah menara air bertulis balok LAKE SIDE mencolok yang mudah dibaca pada sisi luar bidang kubus yang menghadap timur; (barangkali) milik Syarikat Bekalan Air Selangor (Syabas). Terpisah oleh dua buah ruas jalan yang masing-masing merupakan jalan sehala (jalan satu arah), berdiri sebuah kawasan pemukiman Lake View; sekelilingnya dibenteng setinggi 170an senti. Dari balkon belakang, penghuni rumah-rumah yang berjajar di barisan utara kawasan pemukiman kelas menengah ini dapat dengan leluasa menikmati panorama telaga nan permai. Namun acap kulihat, hanya satu orang, di atas treadmill, yang suka menikmati adem ayem pemandangan danau di pagi hari.

Menempel sebelah barat menara air adalah sebuah instalasi pengolah air kumbahan (limbah). Sedikit ke sebelah barat, Anda akan menemukan sebuah papan peringatan sadis bergambar seorang lelaki berdiri membidikkan senjata laras panjang yang siap untuk ditembakkan; dan bertuliskan dua bahasa, Inggris dan Malaysia: INTRUDER WILL BE PROSECUTED dan PENCEROBOH AKAN DIDAKWA.

Lanjutkan langkah mengikuti jalan beraspal yang cukup lebar namun sepi kendaraan yang berlalu lalang, sedikit ke barat lalu ke selatan, Anda akan menemukan sebuah perusahaan lombong – tambang – batu dan pasir (di sebelah barat jalan) yang relatif besar dan sebuah perusahaan penyewaan alat-alat berat (terutama mobil tangki pengaduk semen beton) di sebelah timur jalan. Berjalan lagi ke selatan; lantas persilakan kimia badani Anda memacu jantung berdegub kencang tak beraturan di pojok jalan setelah jalan berbelok sedikit ke timur. Ketika itu, dari pojok kanan halaman depan gedung pertama sisi utara jalan, seekor anjing pejantan besar jenis pemburu menggonggong dan menyalak galak kepada sesiapa saja nan lalu. Untungnya, dia lakukan itu dari kandang besi.

Setelah detak jantung Anda kembali normal, teruskanlah langkah kaki Anda ke arah timur menyusuri jalan; akan Anda temui gudang-gudang dan sebuah perusahaan pembuatan botol (sebelah utara jalan). Sedangkan sebelah selatan jalan nyaris tertutup pepopohan rindang di mana terdapat banyak limbah meubelair bekas yang dibuang begitu saja di sana-sini dan ada juga sebuah pabrik es batu. Terus ke timur, sebuah kawasan pemukiman sedang dibangun; dan di sebelahnya, berdiri kawasan pemukiman Lake Side dengan icon burung bangau.

Sebelum senam pagi di tepian danau, setiap paginya aku terlebih dahulu jogging dari lapak si penjual kelapa muda depan kantor kami, melewati jalan tepian selatan danau, terus ke kawasan tambang pasir-batu, sampai ke kawasan pemukiman Lake Side untuk kemudian kembali ke danau untuk bersenam ria. Suatu ketika pagi hari, aku mengejutkan dua nelayan danau dengan teriakan “Hohhh!!!” yang sangat keras. Waktu itu, aku tengah pasang kuda-kuda mengatur pernafasan setelah lelah berkeringat. Kutarik nafasku dalam-dalam, lantas kukeluarkan nafas sekaligus hingga mengeluarkan bunyi “Hohhh!!!” dengan posisi telapak tangan mendorong keras ke depan. Betapa terkejut mereka waktu itu. Akupun terkejut dan malu – tapi aku pura-pura tak tahu – demi kulihat mereka berada dekat di depanku, memandangiku dengan keheranan. Sebelumnya aku tak tahu jika waktu itu ada seseorang selain aku di tepian selatan danau.

Pesanku, jika Anda hendak mencari angin segar dengan berjalan kaki ke kawasan-kawasan pinggiran, sebaiknya jangan lakukan itu di hari yang masih terlalu pagi; karena banyak sekali anjing liar tak-bertuan mengisi sepanjang trotoar dan median serta taman dan lahan di kanan kiri jalan. Bahkan ada satu dua yang nekat nongkrong di bahu dan badan jalan yang tentunya sangat mengganggu kenyamanan pejalan kaki. Bukan anjing liar dalam pengertian yang sesungguhnya. Mereka adalah anjing atau anak anjing yang dibuang begitu saja tanpa pesangon oleh pemiliknya. Beberapa di antaranya masih kelihatan gagah dengan belenggu di leher. Tak pelak, anjing-anjing memandang, melolong, dan menggonggong menggertak, membayangi manusia nan lalu.

Inilah kisahku tentang anjing liar tak-bertuan di kawasan Pusat Bandar Puchong. Saat jalan-jalan pagi ke tasik, aku pernah terperangkap di tengah-tengah kerumunan anjing yang sedang berkaing-kaing berkelahi saling gigit. Pernah pula aku berpapasan dengan seekor anjing yang tengah lari terbirit-birit menghindari kejaran sekelompok anjing lain. Beberapa hari secara berurutan, seekor anjing betina dan anaknya yang masih kecil berbadan kurus dengan bulu kotor mengikuti langkahku. Dengan keteguhan usaha, anjing-anjing kurus kering kelaparan akan terus-terusan menguntit sesiapa saja untuk sekedar mendapat belas kasihan. Seekor anjing jantan – dengan mata merah berair – mencari perlindunganku ketika dikejar-kejar dan diusir dari kelompoknya, membuatku risih dan kuncup hati. Mereka bersaing ketat untuk mempertahankan wilayah kekuasaan dalam mendapatkan makanan. Dengan bangsa unggas dan rodensia pun sengit mereka berkompetisi. Adalah pemandangan biasa ketika hari mulai terang tanah kawanan gagak liar dan anjing jalang berebut remah dan sisa makanan terbuang di dekat tempat pencucian piring di teras barat bangunan restoran Cina sebelah utara TESCO. Dalam pada itu, pemerintah kota secara teratur melakukan operasi penangkapan dan pemusnahan anjing-anjing liar tak-bertuan; akan tetapi, bilangan komplotan-komplotan anjing terlantar sepertinya tidak pernah menunjukkan tanda-tanda berkurang. Sementara itu, tak sekali waktu pun aku menemukan adanya kucing berkeliaran di kawasan ini.

Pusat Bandar Puchong adalah sebuah kawasan dengan aktivitas perekonomian yang cukup ramai. Di kawasan ini terdapat sebuah TESCO Hypermarket sebagai benchmark. TESCO menyediakan nyaris seluruh kebutuhan pokok hidup, terutama makanan. Bahkan makanan non-halal juga tersedia.

Sebagaimana halnya dengan wilayah lain di Semenanjung Malaka, Pusat Bandar Puchong sangat kental bernuansa Cina. Mayoritas pertokoan dan perusahaan adalah milik etnis Cina bertuliskan huruf kanji Cina besar-besar dengan warna merah dominan; sisanya yang tinggal sedikit terbagi untuk etnis India dan Melayu. Rumah makan, misalnya, sebagian besar milik etnis Cina; menyajikan pork sebagai menu utama. Hanya sedikit rumah makan halal berdiri. Di antara yang halal itu adalah medan selera yang mengambil tempat lantai 2 TESCO (ada pamflet Non-Halal Food is Prohibited in the Food Court), dan beberapa lainnya yang dikelola oleh etnis Melayu dan warga Pakistan; sebuah terletak di belakang atau sebelah barat dari TESCO. Tanpa Cina, ekonomi lumpuh dan bandar ini akan jadi kota mati; atau mungkin juga tidak akan ada sebutan pusat bandar untuk Puchong disandang.

Di sejumlah tempat, agak susah juga rupanya berjumpa dengan penduduk etnis Melayu Malaysia. Bila boleh aku bertutur hiperbolik, mendapatkan orang Indonesia jauh lebih enteng ketimbang mencari warga Malaysia etnis Melayu. Bila ada tampang Melayu yang berjalan beriringan, hampir bisa dipastikan bahwa rombongan itu adalah orang Indonesia. Singgahlah di taman kota mana saja; Anda akan menemukan fakta bahwa perawat taman itu kemungkinan besar orang Indonesia. Konon pula di sektor konstruksi dan industri. Di setiap kilang (pabrik), selalu hadir saudara kita di sana. Apalagi di segenap areal perkebunan; tenaga kerja Indonesia tampil dominan. Mereka menekuni pekerjaan-pekerjaan yang tiada orang sini sudi menyentuhnya. Pokoknya, di sudut mana saja Anda berada, jangan khawatir; selalu ada orang Indonesia.

Malaysia memang cukup berpengharapan bagi warga asing untuk mengais kehidupan. Tentu pekerja asing yang ada di sini bukan hanya berasal dari Indonesia. Bangladesh, Pakistan, India, Filipina, Vietnam, Kamboja, Thailand, Nepal, sebut saja satu nama negara yang tercantum pada atlas benua Asia; semua ada. Pekerja yang menggunakan visa belajar juga banyak jumlahnya.

* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar