Selasa, 31 Maret 2009

Berjemur; Uji HIV/AIDS untuk warga Malaysia

Berjemur

Selasa, 8 Mei 2007. Tak lama setelah waktu teh pagi, pintu lokap dibuka. Orang lama memberi arahan kepada kami – tahanan baru – untuk membawa serta barang-barang milik masing-masing karena, dia bilang, saat itu banduan akan turun blok; maksudnya, tahanan akan menempati sel tetap di sebuah blok yang bukan blok Damai. Blok Damai adalah tempat penampungan sementara bagi banduan baru dan banduan lama yang naik mahkamah tetapi mendapat penundaan sidang (postponed). Sambil menjinjing barang bawaan masing-masing, semua tahanan digiring ke lantai bawah untuk kemudian keluar menuju sebuah lapangan yang terletak di bagian utara dari sayap barat blok. Di lapangan berlantai paving block, semen dan batu kerikil yang tersorot matahari pagi ini, banduan dijemur berbaris.

Karena waktu itu semua tahanan membawa semua barang bawaan masing-masing, termasuk pakaian basah dicuci, maka di sana-sini, di sela-sela kawat pagar yang menjulang tinggi, menggantung celana dalam basah tengah dijemur; rata-rata berpola segitiga dan trapezium. Beberapa orang tahanan terlihat menutupi kepalanya dengan pakaian basah; cara mereka mengeringkan pakaian dan sekalian berlindung diri dari terik matahari. Menyelam sambil minum air. Bahkan ketika itu kulihat beberapa tahanan mengenakan baju atau celana basah; sebab mereka tidak mengetahui bahwa hari itu kami bakal dihalau keluar lokap untuk berjemur, mereka mencuci satu-satunya helai jenis pakaian yang menggantung di badan.

Ketika pagi beranjak pergi, kian tajam matahari bersinar menyengat bumi. Karena faktor panas terik adalah perkara yang selalu dihindari, maka tempat-tempat teduh menjadi preferensi tahanan berkerumun. Dan sipir gusar karenanya. Bagai anak gembala, repot sipir menertibkan barisan banduan yang berceraian. Tidak hanya sekali dua, tongkatnya menyebat badan banduan yang kocar-kacir menghindar di tengah-tengah keramaian cericip kersik di atas paving block yang terinjak-injak.

Tembakau adalah sebuah lingua franca dalam seni komunikasi di lingkungan penjara yang mempersatukan dan sekaligus menceraikan. Tembakau adalah lokomotif penggerak yang mendorong kelompok-kelompok tahanan berperilaku kolektif. Ketika tidak ada sipir yang turut mendampingi di lokasi, beberapa tahanan bicara keras-keras; berusaha menjalin komunikasi dengan orang-orang tahanan yang berada di lantai atas dari blok tetangga sebelah utara. Mereka tengah melakukan negosiasi mengenai sesuatu hal, yakni tembakau. Bagi mereka, tak ada lagi yang lebih menarik ketimbang tembakau.

Setelah bersepakat, beberapa batu kerikil kecil dihimpun dan – menyatu dengan segumpal tembakau – dibuntal dalam kantong plastik yang diikat rapat dan padat. Fungsi dari bebatuan kecil dalam bungkusan adalah sebagai alat pemberat agar bungkusan mudah mencapai sasaran ketika dilemparkan. Kemudian, bungkusan berisi bebatuan dan tembakau dilontar melambung tinggi merintas pagar pembatas antar blok untuk kemudian jatuh ke hamparan tanah lapang dari blok yang berada di sebelah utara dari Blok Damai. Kelak, bungkusan itu akan dipungut oleh orang kerja – ketika mereka membersihkan taman atau ketika menjemur pakaian – untuk diteruskan kepada si alamat.

* * *

Uji HIV/AIDS untuk warga Malaysia

Usai makan siang, tahanan dibagi dalam dua kelompok besar: warga Negara Malaysia dan warga negara asing. Kemudian dari kelompok warga negara Malaysia, warga etnis Melayu dikeluarkan dari kelompok untuk membentuk barisan sendiri; disusul oleh etnis India Malaysia, dan kemudian etnis Cina Malaysia. Dalam sebuah lokap yang terletak di sayap barat, satu per satu Warga Malaysia menjalani tes HIV/AIDS. Sedangkan setiap jiwa dari segenap warganegara asing tidak mendapatkan perlakuan serupa. Kelak uji HIV/AIDS yang dijalani oleh warga Negara Malaysia tersebut merupakan jawaban yang kesahihannya tak perlu dipertengkarkan lagi terhadap pertanyaan mengapa segenap saspek HIV/AIDS yang kujumpai semuanya berkewarga-negaraan Malaysia. Tak ada orang asing yang mendapat label terjangkit HIV/AIDS. Ketika kucoba mendiskusikan perihal tidak diterapkannya tes HIV/AIDS bagi semua banduan warga asing, seorang rekan menggerutu, ”Orang asing mau mampus, mampuslah! Tes HIV/AIDS untuk warga asing hanya akan menguras energi dan sumberdaya negara Malaysia.” Betul juga. Tapi apakah itu telah masuk dalam kategori perlakuan diskriminatif? Boleh jadi demikian.

Namun diskriminasi semacam itu justru disukai oleh warga asing. Warga Malaysia sendiri terkesan risih dan merasa terpaksa ketika menjalaninya. Jika saja tersedia kesempatan bagi mereka untuk melipir, mereka akan menghindar. Pada waktu itu sebagian tahanan khawatir jika pemeriksaan itu merupakan alat uji untuk mendapatkan bukti kadar unsur narkotika dan obat-obatan terlarang yang terkandung dalam darah terperiksa. Satu hal lagi yang berlangsung pada tanggal delapan bulan lima tahun duaribu tujuh ketika kami selesai berjemur diri adalah pemeriksaan detektor logam terhadap tahanan. Satu hari setelah pengambilan sampel darah, dua orang tahanan dari lokap kami dijemput oleh orang kerja dan sipir untuk dipindahkan ke sel lain. Mereka terdeteksi sebagai saspek HIV/AIDS.

Penjemputan tahanan saspek HIV/AIDS dari lokap kami berimbas kepada Ali secara psikis; karena salah seorang di antaranya adalah rekan Ali berbagi tembakau. Beberapa kali mereka santing – menghisap balutan tembakau secara bersama-sama dalam kelompok. Ali khawatir ia dan rekan-rekan lainnya berpeluang telah tertular dan terjangkit penyakit mematikan yang belum ditemukan obatnya itu. Pasalnya, ketika mereka santing-santingan, air liur seseorang perokok yang menempel di pangkal lintingan tembakau tentu tersedot dan berpindah ke bibir perokok berikutnya. Itu salah satu cara virus HIV/AIDS bermigrasi ke semang yang baru.

Padaku Ali bilang bahwa hal pertama yang akan dilakukannya ketika kelak ia keluar dari penjara adalah menjalani tes HIV/AIDS. Aku katakan kepadanya bahwa pemeriksaan penyakit kulit juga tidak boleh dikesampingkan, mengingat pakaian yang kami kenakan dan tempat yang kami tinggali jauh dari kaidah hidup sehat. Disamping itu, banyak pula rekan satu sel berpenyakit kulit akut seperti kudis, kurap, panu, patek, dan eser-eser (gatal-gatal pada wilayah selangkangan, pantat, dan kemaluan). Demikian juga, pergi ke dokter gigi adalah suatu keharusan lantaran sejak masuk di Balai Polis Puchong hingga kini di penjara Sungai Buloh belum sekali jua kami bersikat gigi. Pokoknya, general check-up lah. Bahkan pergi ke sebuah panti rehab atau pesantren salafiah untuk mendapatkan pelayanan konseling psikologi perlu dipertimbangkan.

* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar