Selasa, 31 Maret 2009

Lokap Memang Biadab, Parasitoid

Lokap Memang Biadab, Parasitoid

Selepas sidang. Ketika bertemu pengacara di dekat pintu keluar, “Kami tidak tahan. Kami dipukuli,” ujar Ali memelas, mengibul. Mana berani polisi dan sipir di Balai Polis Puchong menyiksa kami jika mereka ingin rahasia tetap terjaga. Terlalu bodoh jika mereka secara langsung dan terang-terangan sampai menyakiti fisik kami. Kartu permainan ada di tangan kami. Sekali saja mereka sentuh kulit kami, apalagi jika sampai lecet kami punya kulit, habislah mereka. Aku – atau kami – tinggal buka kartu. Akan kubuka lebar-lebar borok parasitoid yang menempel di sekujur tubuh mereka. Kupastikan pukat mereka akan terkoyak sehingga tak akan dapat digunakan untuk menjaring rejeki tambahan; kututup sebuah talang kemakmuran yang telah menggelontorkan banyak ringgit ke kolam mereka; kubuat mandul dan kuakhiri hidup produktif unggas petelur emas piaraan mereka; gabuk bak kelapa dimakan gerhana sehingga tak lagi dapat memberi manfaat apa-apa buat mereka kecuali menyampah. Kupasti yakin, mereka tahu siapa yang pegang remote. Mereka tahu bahwasanya kami tahu butang mana saja yang dapat kami tekan untuk mematikan langkah lawan dan menyudahi permainan. Sekali klik, tamatlah riwayat mereka.

Walau begitu, aku tetap harus mengapresiasi Ali. Ia usung sebuah white lie untuk merangsang kepedulian pihak manajemen agar mau mengambil langkah apa saja demi kebebasan kami.

“Lokap (Balai Polis Puchong) memang biadab. Tidaklah mengapa kalian tahankan satu bulan di (penjara) Sungai Buloh,” lawyer membujuk, lalu, “Di sana kalian akan baik-baik saja. Tidak akan ada pemukulan di sana sebagaimana yang selalu terjadi di lokap,” hiburnya pula. Dan ia pun berjanji akan selalu datang menjenguk. Kami percaya begitu saja dengan janjinya; karena ia adalah pengacara yang tentu berpribadi terpuji yang memegang teguh code of conducts asosiasinya. (Betapa kelak kami menelan kekecewaan demi mendapati kenyataan bahwa janji yang ia ucapkan di depan kami itu adalah sebuah janji palsu; janji penghibur yang tak pernah ditunaikannya. Sampai selesai masa tutupan kami di penjara Sungai Buloh, tak sekali juga lawyer menunjukkan batang hidungnya kepada kami. Ia telah menghianati kepercayaan kami. Ataukah pekertiku yang mesti lebih giat berkaji agar tambah tajam dan jeli menafsirkan sesuatu janji dari banyak dimensi?).

Harus kuakui, pembelaan lawyer terhadap kami adalah karena faktor kebajikan manajemen yang ingin menyelamatkan kami. Kendati demikian, jika yang membayar itu kami, barangkali ceriteranya akan sedikit berbeda. Because we had no independent financial resources of our own and only loose ties to the management to hire lawyer, wajarlah kiranya jika pengacara itu bekerja semata-mata lebih demi sebesar-besar manfaat bagi kepentingan manajemen.

Di luar ruang sidang, kami menanyakan perihal barang-barang kami. “Itu lawyer kalian, kan?” bertanya seorang petugas KPDN kepada kami sesaat ketika pandangannya bertumpu pada pengacara itu. Kami mengangguk sambil mengatakan, “Ya.” Petugas KPDN berjanji mereka akan menitipkannya kepada lawyer untuk kelak diserahkan kepada kami. Setelah itu, kami dijebloskan ke dalam lokap mahkamah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar